Foto Ilustrasi: Akibat Liberalisme |
Ada cerita menarik dari berbagai informasi yang banyak di Internet saat ini. Cerita itu saya tuliskan kembali sebagai penyegaran informasi bagi para pembaca. Dimana saat ini, cerita tersebut masih sangat aktual. Melalui cerita ini, semoga kita bisa melawan paham liberalisme yang merugikan dan melecehkan orang lain, tidak memiliki toleransi dalam jiwanya. Orang yang menyebut dirinya memiliki pemahaman tentang liberalisme tetapi banyak sekali mereka melupakan toleransi yang tinggi untuk memahami prinsip orang lain dan keyakinan yang berbeda. Jika menilik maksud dari paham liberalisme ini tentunya adalah kebebasan, orang tidak mau bebas sesuai kemauannya dan itu hak asasi manusia. Persoalannya jika ada orang atau sekolompok orang dengan keyakinannya itu adalah kebebasan sehingga menjadi budaya bagi mereka itu yang terkadang orang lain merasa tidak suka. Sebagaimana dalam cerita ini ketika orang islam marah dengan pelecehan tentang kitab sucinya, dianggap tidak bebas, dibilang pemarah, dibilang kolot, ya……………………….itu persoalannya. Hal inilah yang memicu konflik dalam kehidupan beragama hingga menyebabkan meningkatnya radikalisme di masyarakat.
Mari Menuju Kisahnya……………………..
Seorang dosen liberal terkenal mulai mengajar. Namun, dia tidak langsung membahas materi pelajarannya. Sebaliknya, ia berbicara tentang fenomena umat Islam yang menurutnya “Pemarah”.
“Ada yang protes adzan, marah. Ada yang membakar Alquran, marah. Ada yang melecehkan surat Al-Maidah, marah. Padahal menurutnya yang dibakar itu semua kertas. Padahal Alquran sebenarnya di lauhul mahfudz. Tidak bisa dibakar, tidak bisa disalahgunakan. “
“Saya kaget banget sama umat Islam. Terlalu berlebihan menurut saya. Hanya karena ada yang menginjak mushaf Alquran, mereka marah dan ribuan orang menggelar demonstrasi di mana-mana.
Itukan hanya susunan kertas. Sekadar media tempat menulis ayat-ayat Alquran. “sedangkan Alquran yang aslinya ada di lauhul mahfuzh,” sebut dosen itu. Saya pikir para siswa harus dididik tentang ini. ” pungkas si dosen liberal.
Ruang kuliah hening beberapa saat. Beberapa mahasiswa tampak sependapat dengan pemikiran dosen tersebut. Sampai saat itu ada seorang siswa yang cerdas dan terkenal pendiam sedang menunjuk tangannya.
“Memang Alquran, faktanya ada di dalam lauhul mahfuzh,” ujarnya sambil berjalan mendekati dosen tersebut.
“Maaf, pak. Bolehkah saya melihat makalah Anda?”
Beberpaa wajah siswa lainnya menjadi tegang. Sebab yang mahasiswa yang maju itu adalah seorang mahasiswa dengan baju koko dan dikenal pendiam di kelas, Mereka khawatir hal itu akan terjadi insiden tak terduga antara mahasiswa yang dikenal sebagai aktivis dakwah dan dosennya yang berpikiran liberal.
“Makalah ini bagus pak,” kata mahasiswa tersebut sembari mengambil makalah yang ditulis oleh dosen di atas meja.
Wajah siswa yang dulunya tegang kini kembali normal. Namun itu hanya sesaat, karena setelah itu, mahasiswa tersebut melemparkan paper dosen tersebut ke lantai lalu menginjaknya. Tidak hanya menginjak, ia juga meludahi kertas lalu diinjak-injak lagi. Sehingga kertas menjadi kotor dan rusak. Di dekatnya, dosen itu melotot. Wajahnya merah. Telapak tangannya dipegang erat.
“Kurang ajar…!!! Anda menghina karya ilmiah yang saya tulis. Anda menghina pemikiran saya, “kata dosen tersebut sambil melambaikan tangannya kepada mahasiswa tersebut. Namun, mahasiswa tersebut dengan cekatan menangkisnya, …
Kemudian siswa tersebut menjelaskan dan berkata: “Marah, ya pak? Saya baru saja menginjak kertas, Aku hanya meludahi kertas !! Saya hanya merusak paper kok pak. Saya tidak menghancurkan pikiran Anda karena pikiran Anda ada di kepala Anda. dan Aku tidak menginjak kepalamu bapak………..jelas si Mahasiswa kepada dosen dihapadan para mahasiswa yang terdiam.
lantas ia mengatakan dengan lantang dan tegas. “Menurut saya kalian harus dididik tentang hal ini “kata siswa tersebut menjelaskan di depan siswa.
Mendengar argumen itu, dosen tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ini seperti mendapatkan serangan balik yang mematikan. Dengan rasa malu dia segera mengemasi buku-bukunya dan dia meninggalkan ruang kuliah dengan wajah merah padam.
==================================
Apa hikmah dari cerita ini!
Perlu kami sampaikan bahwa “terkadang pemikiran liberal dalam diri seseorang membutakan pandangannya untuk melihat kebenaran dari dua sisi yang berbeda”. Kata kuncinya adalah “pikiran terbuka” “inklusif” dalam memahami sesuatu. Bisa jadi kita tidak menyukai adat istiadat, kebiasaan, ritual suatu agama, melainkan kepercayaan, kepercayaan, dan budaya orang lain. Tetapi jangan sampai menghinanya. Lakum Dinukum Wal Yakdin QS:Al Kafirun: 6.
Mungkin dengan implementasi ayat ini cocok juga dengan pemahaman bahwa:
Bagimu pemahamanmu bagiku pemahamanku
Bagimu keyakinanmu bagiku keyakinanku
Bagimu kebiasaanmu bagiku kebiasaanku
Bagimu dan Bagiku…………….
Sama-sama ada istilah “BAGI” jadi saling menghormati bagi dari segi etimologi, terminologi, filologi, psikologi, teologi, antropologi, ekologi dan logi-logi yang lainnya….
—————————————————————–
Menurut anda bagaimana dengan tulisan ini….apakah anda setuju atau tidak silahkan tuliskan jawaban anda di kolom komentar untuk dapat direvisi kembali atau ditambah.
Silahkan berbagi untuk menangkal pemahaman liberalisme yang tidak memiliki rasa toleransi .. !!
Ceritanya menarik pak
Namun perlu juga dikaitkan dengan pemkiran universal atau komprehensif
Atau diskusi khusus/kelompok kecil mungkin beda hasilnya dengan di ruangan kelas
Mantap juga ya idenya…artinya cerita tidak hanyaa cerita tetapi juga dapat memiliki realita…bahkan mungkin terintegrasi dengan nilai universal…